Rabu, 16 Mei 2012

Industri di Jawa Barat Diprediksi Kolaps

BANDUNG, (PRLM).- Ribuan industri di Jawa Barat (Jabar) diprediksi terancam kolaps seiring dengan kenaikan harga gas sebesar 55 persen yang sudah diberlakukan sejak 9 Mei.


Industri keramik, porselein, kaca, dan makanan yang selama ini banyak menggunakan gas, akan menjadi sektor yang paling terpukul.


Demikian diungkapkan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Deddy Widjaja, di Bandung, Selasa (15/5).

Menurut dia, dari 8.000 pengusaha yang tergabung dalam Apindo, separuhnya dipastikan terpengaruh kenaikan harga gas tersebut.

"Kenaikan harga gas sebesar 55 persen sangat memberatkan. Pengaruhnya sangat besar. Ini akan sangat mempengaruhi eksistensi industri Jabar. Bagi industri, energi bisa dianalogikan dengan darah. Setiap kenaikan harga gas pasti akan membebani industri," ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, kali ini kenaikan harga yang diberlakukan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Lebih dari 50 persen. Menurut Deddy, kenaikan harga sebesar 55 persen itu terlalu besar. Ia menilai, idealnya, walaupun ada kenaikan, besarannya tidak lebih dari 10 persen.

"Dengan kenaikan sebesar ini bukan tidak mungkin akan ada banyak industri yang kolaps. Kami akan mengajukan surat kepada pemerintah dan PGN agar kenaikan harga gas sebesar 55 persen bisa dikurangi," ujarnya.

Deddy memastikan, kenaikan harga gas industri ini akan diikuti dengan kenaikan harga jual produk di pasaran. Ia memprediksi, kenaikan harga jual berbagai produk yang dalam produksinya menggunakan gas akan mencapai 10 persen-20 persen.

Bagi industri, menurut dia, kenaikan harga jual produk sebenarnya menjadi buah simalakama. Karena harga gas naik, mau tidak mau industri harus menaikkan harga jual. Akan tetapi, di sisi lain, industri juga harus berhadapan dengan persaingan usaha yang semakin ketat.

"Apalagi saat ini produk impor semakin marak membanjiri pasar dalam negeri. Kenaikan harga gas ini akan membuat industri lokal semakin sulit bersaing," katanya.

Dengan harga produk lokal yang terus naik, menurut dia, kemungkinan besar masyarakat akan lebih memilih produk impor sejenis karena harganya yang jauh lebih murah. Apalagi, saat ini daya beli masyarakat semakin tergerus, di tengah ketidakpastian sejumlah kebijakan ekonomi.

"Kondisi ini sangat memprihatinkan. Inilah yang membuat potensi tutupnya sejumlah industri di Jabar dan Indonesia pada umumnya semakin besar," katanya.

Ia tidak menampik, selain kenaikan harga jual produk, bukan tidak mungkin industri akan melakukan efisiensi, baik dari segi kapasitas produksi, maupun tenaga kerja. Pemutusan hubungan kerja (PHK), menurut dia, berpotensi dilakukan sejumlah pengusaha.

"Terkait berapa besar potensi PHK yang mungkin terjadi, sejauh ini belum kami hitung. Akan tetapi, petensinya ada. Menilik imbasnya yang cukup besar, kami berharap pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini," katanya.

Seperti diberitakan "PR" sebelumnya, awal Mei ini PGN memberlakukan kenaikan harga gas industri sebesar 55 persen menjadi 10,2 dollar AS (Rp 91.800) per million british thermal unit (mmbtu). Semula, gas industri dibanderol dengan harga 6,6 dollar AS (Rp 59.400) per mmbtu. (A-150/A-89)***




sumber: Harian Pikiran Rakyat, Rabu, 16/05/2012 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...