Rabu, 30 Mei 2012

Tingkatkan Daya Saing Hortikultura Lokal


BANDUNG,(PRLM).- Kebijakan baru dalam tata niaga produk hortikultura impor bulan depan merupakan momentum tepat untuk meningkatkan daya saing hortikultura lokal, terutama di Jawa Barat. Perbaikan kualitas produk mutlak dilakukan untuk mencapainya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Ferry Sofwan mengatakan asumsi makin tingginya harga jual hortikultura impor akan menjadi salah satu poin peningkatan daya saing produk lokal.


“Mungkin akan menyebabkan kenaikan harga beberapa persen, karena jauhnya jalur distribusi. Tapi dengan demikian, ini kesempatan besar di produk lokal untuk menyamakan kualitas, packaging, dan harga produk lokal akan jauh di bawah impor,” ujar Ferry, ditemui Minggu (27/5).

Lebih lanjut dia mengatakan, produk hortikultura impor cenderung ditangani dengan lebih baik, mulai dari pengemasan hingga pengangkutan. Inilah yang menjadi nilai lebih daya saing produk tersebut. Agar bisa bersaing, maka penanganan produk hortikultura lokal perlu dibenahi.

Diakuinya, hingga saat ini, sulit menentukan angka pasti jumlah produk hortikultura yang masuk ke Jawa Barat. Produk hortikultura impor, terutama buah-buahan, selama ini masuk ke toko modern.

Dari sisi sarana perdagangan, diperkirakan penguasaan produk hortikultura impor sekitar 25 hingga 30 persen. “Ini baru perkiraan saja,” ujar Ferry.

Dia mengatakan, perlindungan terhadap produk lokal adalah salah satu bidikan dari kebijakan pembatasan pintu masuk hortikultura impor.

Sasaran lain dari kebijakan ini adalah keamanan konsumsi produk. Saat pintu masuk diperketat, pengawasan akan semakin baik. “Semakin terkonsetrasi, semakin baik pengawasannya,” katanya.

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jawa Barat Henri Hendarta, kebijakan ini tidak lantas membuat pelaku pasar ritel khawatir. Aspek lain dari kebijakan ini adalah sebagai salah satu bentuk perlindungan terhadap daya saing produk hortikultura lokal.

Kecuali untuk produk khas yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, produk lokal sebenarnya bisa memenuhi kebutuhan hortikultura di pasar ritel. Hanya saja, Henri menegaskan, catatannya adalah daya saing, baik dari sisi kualitas maupun harga.

Jika produk lokal diakui memiliki daya saing, maka secara alamiah pasar akan beralih dan memenuhi kebutuhan dengan produk lokal.

Lebih lanjut dia mengatakan, sulit menentukan angka pasti besaran hortikultura yang masuk ke pasar ritel Jawa Barat. Namun secara umum, porsinya belum mengalahkan jumlah produk lokal.

“Kalau untuk buah-buahan, sampai saat ini di pasar ritel masih berimbang, antara yang lokal dengan impor, sedangkan untuk sayuran, lokal lebih banyak,” katanya.

Sementara itu, survey cepat yang dilakukan Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI terhadap sejumlah responden pedagang hortikultura di Pulau Jawa menunjukkan adanya ketergantungan tinggi terhadap komoditas hortikultura impor tertentu, seperti bawang putih (80-90%), jeruk (60-70%), wortel (50-55%), apel (50-60%), kentang (45-55%), bawang merah (20-30%), dan cabai (20-25%).

Survey tersebut juga menyebutkan, sebagian besar (67-70%) pedagang besar akan mengganti dengan produk lokal. Kendati demikian, terdapat beberapa komoditas yang tidak dapat digantikan produk lokal secara langsung, seperti bawang putih, pir, dan jeruk. (A-179/A-89)***


Ulasan Membuka Akun AGEA



sumber: Harian Pikiran Rakyat, Senin, 28/05/2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...