Rabu, 23 Mei 2012

Populasi Sapi Perah Yogyakarta Menurun


YOGYAKARTA, (PRLM).- Peternakan sapi perah di Yogyakarta makin menurun populasinya selama tiga tahun terakhir. Penyebabnya sebagian besar sapi mati akibat erupsi Gunung Merapi maupun dijual pemiliknya yang hidup di hunian sementara.


Kepala Dinas Pertanian Provinsi DIY Ir.Nanang Suwandi, MMA menyatakan, sebagian besar petani ternak merupakan warga kabupaten Sleman, sebagian besar tinggal di kawasan Merapi. Jumlah sapi ternak perah pada 2009 mencapai 5.495 ekor, berkurang menjadi 3.466 ekor sapi pada 2010. Sejalan hunian tetap warga Merapi mulai dibangun pada awal 2011, populasi mulai meningkat meskipun tidak signifikan. Pada awal tahun ini, jumlah ternak sapi sebanyak 3.888 ekor dan Kabupaten Sleman terbesar. "Pertumbuhan jumlah sapi dikatrol dari kawasan Sleman, terutama warga lereng Merapi," kata dia, Selasa (22/5).

Menurut dia, pertumbuhan sapi ternak perlu didorong terus untuk meningkatkan produksi susu sekaligus membuka lapangan kerja bagi para petani untuk menjawab program revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan yang telah dicanangkan oleh pemerintah.

Sementara Direktur Pengolahan Pemasaran Hasil Pertanian Direktorat P2HP Kementerian Pertanian Zaenal Bachruddin menyatakan konsumsi susu oleh penduduk hanya mencapai 11,09 liter/kapita/tahun atau lebih rendah dibanding konsumsi susu oleh warga di negara-negara Asia.

Warga India mengonsumsi rata-rata 42,8 liter/kapita/tahun, Malaysia 35 liter/kapita/tahun,Philipina 22,1 liter/kapita/tahun, Thailand 33,7 liter/kapita/tahun, Vietnam 12,1 liter/kapita/tahun. "Jika dibandingkan Erapo, konsumsi susu mereka mencapai 120-140 liter/kapita/tahun, kita makin tertinggal saja. Ibaratnya, orang Erapo membuka kulkas langsung mengambil susu segar, kita mengambil mie instan," ujar dia.

Menurut dia, yang memprihatinkan lagi sebagian besar susu yang dikonsumsi di tanah air bukan produk dalam negeri, justru susu yang diproduksi di negara lain (impor). Sebanyak 74 persen susu konsumsi yang diimpor, sehingga ironis sedikit konsumsinya, sekaligus banyak impor susunya.

Masalah utama minimnya produk susu dalam negeri, peternak masih kesulitan untuk mengelola bakteri susu karena fasilitas infrastruktur untuk produksi susu sangat minim di kalangan peternak. Akibatnya produk susu banyak tetapi tidak layak dikonsumsi. (A-84/A-147)***




sumber: Harian Pikiran Rakyat, Selasa, 22/05/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...